Sekolah Bhinneka Tunggal Ika


Saya 12 tahun belajar di sekolah ini. Tidak mewah. Tidak prestise. Bukan sekolah anak orang kaya. Lebih banyak yang berangkat ke sekolah naik bemo daripada motor, apalagi mobil. Sekolah dari ingusan sampe tumbuh jadi ABG culun. Tidak pindah-pindah sekolah alasannya banyak. Lebih murah, gak jauh dari rumah, sudah kenal sama guru-gurunya, dan lain-lain.

Karena ingusan dan culun, pandangan saya terbatas sekali waktu itu apalagi pas SD sampe SMP. Taunya Cuma belajar aja supaya ranking..hehehe..

Tapi pas SMA,saya masuk SMA tahun 2001 dan lulus tahun 2004, jadi berbeda. Sudut pandangnya jadi lebih luas. Tapi tetep culun.  

Sekolah hebat saya ini, Pirngadi adalah sekolah Kristen. Jadi nilai-nilai yang diajarkan juga dari agama Kristen. Mulai dari berdoa dan nyanyi lagu untuk mengawali kegiatan belajar mengajar, dan berdoa lagi pas mengakhiri kegiatan belajar mengajar. Terus setiap hari. Belum lagi setiap 1x atau 2x dalam sebulan, ke gereja.

Lalu apa yang hebat?

Sebelum saya jelaskan hebatnya. Saya tambahkan lagi profil siswanya. Jadi di angkatan saya saja, eh di kelas saya saja sudah banyak ragam sukunya. Saya Cina, ada yang Ambon, ada yang dari Manado, ada yang suku Jawa, ada yang Batak, ada yang dari Bali ( bahkan guru-gurunya pun banyak dari Bali ). Dari sisi agama, banyak juga yang non Kristen. Saya sendiri agamanya Buddha, banyak juga yang Muslim.

Lalu apa yang hebat ?

Tidak ada yang mengeluh apalagi protes !. Tidak ada juga yang pindah agama.

Kami yang non Kristen menjalaninya dengan sangat happy, tidak ada yang terpaksa. Belajar dengan biasa, guyon dengan normal.  Kok bisa begitu ?

Karena kami semua tidak merasa BERBEDA.

Bahkan sampe sekarang, temen-temen saya yang di SMA berarti kami sudah sahabatan 15 tahunan. Dan sampe detik ini kita tidak mempermasalahkan PERBEDAAN itu.

Pas Natal, kami semua ngucapin Selamat Natal ke temen-temen yang ngerayain. Pas Imlek, mereka datang ke rumah saya pake salam kedua tangan saling mengepal sambil bilang “Kiong Hi”. Pas Idul Fitri, kami juga ngucapin Selamat Idul Fitri.

Banyak momen yang saya rindukan.

Kalau menjelang Natal, semua kelas sibuk menghias kelas. Menggambar pake kapur warna warni di papan tulis. Nempelin kertas minyak, kertas warna warni supaya rame dan gak kalah sama kelas lain. 

Saya rindu momen itu.

Menyanyi lagu-lagu pujian di buku nyanyian yang wajib harus dibawa. Lagu yang paling diingat judulnya Hati yang gembira adalah Obat..hehehe..tapi saya lupa itu halaman berapa. 

Saya rindu momen itu.

Dan juga pernah pas kelas 3 SMA, ujian praktek agama. Salah satu yang harus dites adalah berdoa. Di-tes langsung sama Guru Agama. Bu Maria. Saya ingat betul. Saya berdoa dengan lancar sekali. Tak terputus. Berdoa dengan cara Kristen. Sampai Bu Maria kaget dan bilang ke saya, “Kamu doa Kristen kok lancar sekali?”. Saya jawab, “Gimana gak lancar Bu, saya sekolah di sekolah Kristen 12 tahun…hehehe”. Mungkin Bu Maria lupa momen itu, tapi saya sangat ingat. Sampe sekarang. 

Saya rindu momen itu.

Pada saat momen puasa, karena temen-teman banyak yang Kristen otomatis mereka pas jam istirahat makan minum seperti biasa. Tapi yang muslim harus tetap puasa. Dan berjalan santai, tidak ada yang protes. Temen-temen yang Kristen juga menggoda biasa, tapi tetep sungkan kalo minum es dan makan gorengan di depan temen yang lagi puasa. Yang muslim pun menanggapi dengan biasa saja, dianggap guyon.

Apakah pas sekolah kami didoktrin dengan pelajaran Pancasila setiap hari? Tidak. Para Bapak/Ibu guru mencontohkannya langsung!. Apa itu toleransi, bagaimana menerima perbedaan, bagaimana menghilangkan sekat-sekat itu.

Dan di hari ini ketika semua membicarakan PERBEDAAN, TOLERANSI, BHINNEKA TUNGGAL IKA, kami sudah menjalaninya dari dulu. Sampe sekarang.

Kami melihat kondisi yang sekarang dimana membicarakan PERBEDAAN itu menjadi sensitif dan tabu, agak miris. Takut ada yang tersinggung. Takut berurusan dengan hukum.

Mungkin dulu saya tidak menyadari seberapa mahal dan hebatnya budaya yang dibangun di sekolah. Tapi hari ini saya melihat ke belakang. Betapa luar biasanya itu. Betapa beruntungnya saya sekolah di tempat yang mengajarkan harmonisasi dengan perbedaan.

Menurut saya, inilah pendidikan karakter bangsa yang riil. Tidak hanya melalui teks book, tapi diaplikasikan secara nyata. Saya yakin bukan hanya angkatan saya saja yang merasakan ini, kakak kelas dan adik kelas pasti merasakan yang sama. Merindukan momen yang sama.

Terima kasih Bapak Ibu Guruku. Terima kasih sekolah tercintaku.




Comments

  1. Saya heran sampai berdoa saja dites sama guru agama.
    Yang tahu doanya seseorang kan Tuhan ?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Waktu itu istilahnya EBTA Praktek Pak, dan sekolah saya Kristen jadi memang sdh sewajarnya. Tapi kami semua no problem kok Pak, kami jalani dg happy dan enjoy..hehehe

      Delete

Post a Comment

Popular Letter