Jilid 2 Nadiem
Beberapa waktu
yang lalu, Nadiem Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menjelaskan Jilid 2-nya
mengenai kebijakan yang diambil sebagai bentuk nyata mengubah wajah Pendidikan
Indonesia sesuai dengan visi Presiden Jokowi. Pada Bab sebelumnya, Nadiem
mengambil kebijakan untuk level sekolah dasar hingga sekolah menengah ke atas
dengan tagline Merdeka Belajar. Dan sekarang, Kampus Merdeka untuk level
perguruan tinggi.
Ada tiga poin
besar yang disampaikan untuk dalam mewujudkan misi tersebut. Yang pertama
terkait dengan program studi atau prodi. Perguruan tinggi diberikan kebebasan
dalam membuka prodi namun dengan syarat-syarat tertentu dan cukup menantang
yakni harus ada kerjasama dengan perusahaan-perusahaan global, Lembaga-lembaga
level dunia misalnya PBB, kemudian perusahaan-perusahaan swasta lokal dengan
level dunia atau BUMN/BUMD dan juga kerjasama dengan universitas top 100 dunia.
Yang kedua
adalah menyangkut dengan akreditasi. Perguruan tinggi diberikan keleluasaan
dalam mengajukan peningkatan akreditasi. Dan kebijakan yang dirumuskan oleh
Nadiem, mengubah kebiasaan yang saat ini berjalan dimana proses
administratifnya terlalu banyak manualisasi, tumpeng tindih antara akreditasi
Internasional dan Nasional serta menjadi beban kementrian. Nantinya, jika
sebuah Perguruan Tinggi sudah mendapatkan akreditasi dari Lembaga internasional
yang kredibel maka tidak perlu lagi akreditasi nasional. Dan juga, yang akan
melakukan akreditasi sebuah prodi atau Perguruan Tinggi adalah lembaga yang
kredibel di bidangnya misalnya prodi Akuntansi maka yang melakukan akreditasi
adalah Ikatan Akuntan Indonesia dan lain-lain.
Dari dua poin
tersebut, bisa kita lihat bagaimana Nadiem sangat mendorong Perguruan Tinggi
supaya go global. Mampu bersaing dan berkolaborasi dengan global untuk
meningkatkan kualitas Pendidikan di Indonesia saat ini.
Poin ketiga
untuk mahasiswa. Mahasiswa diberikan hak untuk mengambil 3 semester dari total
8 semester masa kuliahnya untuk magang, riset, asistensi, menjalankan
bisnisnya, mengambil mata kuliah dari prodi yang berbeda atau bahkan boleh juga
tidak mengambil kesempatan itu semua. Tapi bagi pihak kampus, adalah sebuah
kewajiban menyediakan 3 semester kegiatan di luar kampus tersebut. Mahasiswa
benar-benar diberikan kemerdekaan untuk memilih selama 1,5 tahun tersebut. Mau
belajar di luar negeri, magang di perusahaan, mencoba menjadi entrepreneur,
dll. Bebas. Merdeka. Tujuannya jelas, istilah yang diambil Nadiem adalah agar
mahasiswa memiliki “gaya berenang” yang lain jika harus berenang di Samudra
atau lautan luas sebagai ibarat dari dunia kerja atau industri yang penuh
dinamika, challenge, yang tidak ditemui di dunia kampus.
Dari kebijakan
yang dirumuskan tersebut, terlihat sekali Nadiem mewujudkan link & match
antara dunia pendidikan dengan industri yang selama ini tidak ketemu supply dan
demand-nya.
Yang menarik
dalam presentasinya, lebih mirip seorang CEO daripada Menteri. Tidak terkesan
birokrat, penyampaiannya sederhana, dilengkapi slide dan contoh-contoh
konkrit.
Dalam
kebijakannya ini, pasti ada pro kontra. Tapi Pak Menteri yang sudah punya track
record menjalankan perusahaan decacorn sudah jelas terbiasa dalam
menghadapi resistence atau penolakan, kritikan, dinamika organisasi yang
besar dalam mewujudkan visi besarnya.
Dalam mengubah
dunia Pendidikan Indonesia memang tidak bisa hanya mengucapkan Bim-Sa-La-Bim!
meskipun seribu kali sehari. Butuh gotong royong dan kolaborasi dari banyak
pihak. Tapi mantra Bim-Sa-Na-Diem!
tidak hanya diucapkan tapi dirumuskan dalam kebijakan-kebijakan nyata.
Semoga mantra kali ini manjur.
sumber gambar : idxchannel.com
Comments
Post a Comment