Perundungan Tidak Berujung


Miris. Mungkin itu kata yang mewakili situasi pendidikan saat ini. Kita bisa banyak baca di media berita atau sekarang lebih mudah dengan media sosial yang cepat sekali viral kekerasan semakin sering terjadi, di tingkat perguruan tinggi hingga ke level sekolah dasar !. Entah itu antar siswa, guru ke siswa atau tidak jarang juga siswa kepada guru.

Bullying atau perundungan termasuk kekerasan. Kekerasan yang terjadi tidak hanya melalui fisik saja namun juga dengan cara verbal atau gestur tubuh. Apakah perundungan hanya akhir-akhir ini saja baru terjadi ? sebenarnya tidak juga, sudah bertahun-tahun bahkan mungkin puluhan tahun namun karena saat ini informasi jauh lebih mudah didapat dan akses begitu terbuka maka semua baru bisa tahu bahwa ada kejadian-kejadian tersebut. Sebagai bukti adalah begitu banyaknya orang yang saat ini usianya 40 tahun ke atas juga mengungkapkan bahwa dulu di sekolah juga sering mengalami perundungan. Artinya, ini bukan hanya masalah untuk generasi milenial saja tapi sudah menjadi masalah di dunia pendidikan Indonesia. Terciptanya perundungan ini karena ada pihak yang merasa lebih kuat kepada yang lemah. Lemah ini bisa dalam berbagai aspek yakni memang lemah secara fisik, mental, dan ekonomi.

Lemah fisik tersebut bentuknya bisa berbagai macam juga yakni misalnya memang secara postur memang kecil, kurus, besar, gemuk, memiliki tanda-tanda khusus di tubuh atau (maaf) mungkin secara penampilan kurang menarik atau ada kekurangan. Ini bisa menjadi factor pemicu adanya bullying.

Lemah mental biasanya dimiliki oleh orang yang memang dengan berkebutuhan khusus, lalu terjadi juga di personal yang introvert, tertutup, pendiam, sehingga jarang sekali melakukan perlawanan atas kekerasan yang dialami.

Lemah dari faktor ekonomi juga mengalami kekerasan. Misalnya diejek jika liburan hanya di dalam kota atau bahkan liburan di negara-negara yang dianggap biasa atau murah untuk level ekonomi yang tinggi. Contoh lainnya bisa ke merk pakaian, gadget, atau bisa kendaraan yang dipakai. Mereka semua mengalami kekerasan meski mungkin biasanya dalam bentuk verbal. Namun dampaknya bahkan bisa lebih berbahaya dan dalam jangka yang panjang.

Kenapa ini terus berkelanjutan bahkan semakin parah ? Apa saja yang mempengaruhi? Memang belum ada penelitian khusus penyebab utama terjadinya perundungan atau kekerasan, namun yang secara kasat mata adalah program televisi yang tidak mendidik, media sosial, game yang mengandung unsur kekerasan, dan banyak hal negative lainnya.

Lalu bagaimana pemerintah dan lingkungan sekolah menangani hal ini agar tidak terus berulang dan bahkan diteruskan ke generasi berikutnya?  Pemerintah sebagai legulator dan dengan dukungan dana dari APBN bisa dengan serius mencegah agar perundungan ini terputus cukup sampai di sini.

Namun pihak yang paling mampu menangani hal ini tentunya dari keluarga dan lingkungan sekolah itu sendiri. Mereka yang paling mengenal profile putra putri dan siswa-siswinya, bagaimana keseharian mereka di rumah dan sekolah. Kembali lagi bahwa salah satu factor yang menjadi potensi munculnya perundungan adalah adanya ketidaksetaraan power antara siswa yang satu dengan yang lain. Ada yang merasa punya sesuatu yang lebih dibandingkan yang lain entah dari segi fisik, mental maupun ekonomi. Sehingga salah satu pencegahannya adalah menyamaratakan hak dan kewajiban.

Dari lingkungan keluarga, orang tua mengajarkan tentang empati dan simpati kepada sesama, kepedulian terhadap sesama, good habit, kepekaan terhadap lingkungan sekitar. Saya juga mencoba hal itu ke putra saya. Misalnya pada saat bermain di playground, saya terus mengawasi karena dua hal. Memastikan dia tidak diganggu dan mengganggu teman-temannya. Supaya dia tidak menjadi korban maupun pelaku. Mungkin bisa dimulai dari hal-hal sederhana seperti itu.

Jika di lingkungan sekolah, semua harus setara di mata sekolah, dan siswa memandang teman-teman yang lain juga setara. Sama semua. Tidak ada anak pejabat, anak pengusaha kaya, anak pengusaha kecil, anak karyawan, anak tidak mampu dan lain sebagainya. Dan juga bentuk punishment jika sampai ditemukan adanya perundungan adalah dengan hukuman secara sosial agar mampu menggali pengertian, pemahaman dan mampu memposisikan dirinya dengan orang lain. Karena sudah terbukti bahwa sanksi kaku seperti militer hanya menimbulkan dendam ke generasi berikutnya, bisa diambil contoh di IPDN yang berkali-kali memakan korban hampir setiap tahun, contoh lainnya adalah OSPEK yang jadi ajang pembalasan ke siswa atau mahasiswa baru. Bukankah kita mau memutus rantai ini dan menciptakan generasi dengan mental “penjajah” dan "dijajah" seperti itu?.

Memang semua pihak harus bekerja sama, dimulai dari keluarga, sekolah dan pemerintah agar menciptakan generasi tidak hanya cerdas namun juga memiliki attitude yang positif. 


                                                                                                        sumber gambar : mcafee.com

Comments

Popular Letter