Virus Hoax


Hoax, tidak mengenal waktu dan musim. Musim politik, dia muncul. Musim yang lain, tetap muncul. Di tengah-tengah musim virus begini, hoax panen besar. Entah sudah berapa berita yang tidak bisa dipertanggungjawabkan yang tersebar di seluruh penjuru dunia. Di blok berkali-kali juga percuma, muncul dari lubang yang lain. Mau social atau physical distancing, tidak bisa ditahan lagi penyebarannya. Penularannya juga cepat lebih cepat dari virus covid malahan, kalau di Whatsapp tinggal klik forward atau share kalau di Facebook. Segampang itu. Padahal belum tentu sudah dibaca selesai. Kalaupun sudah, belum tentu sudah mengerti. Kalaupun sudah belum tentu sudah dicek itu sumbernya dari mana, benar atau tidak.

Virus ini menyerang imunitas yang rendah. Imun yang dimaksud itu kemauan untuk mengecek kebenaran berita, menyortir sumber mana yang bisa dipercaya atau abal-abal. Imun rendah ini tidak pandang status, bahkan yang sudah mengenyam pendidikan tinggipun kadang-kadang imunnya rendah.

Tapi memang yang paling rawan terkena imbas virus hoax ini orang yang sudah berumur dan baru terjun di dunia digital. Di mana biasanya baca berita di koran yang secara kualitas sudah terseleksi kebenarannya dan bisa dipertanggungjawabkan menjadi baca berita di link-link atau bahkan hanya sekedar Broadcast dari grup yang isinya siapa yang nulis aja tidak jelas, sumbernya apalagi.

Memang kalo yang tidak terbiasa menyortir berita, bakal gampang termanipulasi sama berita abal-abal begini. Modelannya tampil di situs, model web portal, apalagi pakai kata-kata mendompleng media yang sudah ada misalnya kompas, liputan 6, CNN, dan lain sebagainya cuma ditambahin sama kata-kata lain contohnya ,nasional,news padahal domainnya blogspot alias blog pribadi.

Belum lagi dari Youtube yang seolah-olah suaranya dimiripkan dengan pembawa berita acara betulan. Sungguh menjebak orang-orang yang kurang paham sekaligus mencari pembenaran atas berita yang disampaikan.

Menyedihkan. Apalagi yang sifatnya tendensius yang dikait-kaitkan dengan politik plus agama. Jahat.
Dalam menyampaikan berita, sepengetahuan saya yang paling penting adalah kebenaran. Baik itu berita buruk atau baik tapi yang penting itu benar dan valid.

Kalau memberitakan berita buruk bukan berarti menciptakan ketakutan atau pesimisme.
Begitu juga sebaliknya, memberitakan berita yang baik-baik saja agar menciptakan optimisme sah-sah saja tapi jangan mengaburkan fakta yang ada seolah semuanya berjalan sangat baik tanpa ada celah atau noda.

Gadget memudahkan menerima dan menyebarkan informasi. Mungkin niatnya baik menyebarkan informasi agar bisa bermanfaat juga bagi banyak orang tapi memang penjahat virus hoax ini niatnya yang busuk. Nanti kalau ketangkep polisi bilangnya khilaf. Khilaf itu sesuatu yang spontan dan tidak direncanakan. Tapi kalau membuat berita bohong sedemikian rupa itu tidak bisa lagi dianggap sebagai khilaf. Karena merangkai berita itu harus dengan persiapan matang agar pembaca bisa percaya, meskipun itu bohong.

Saya sendiri sangat selektif membaca berita, apalagi share informasi. Harus benar-benar yang valid bisa dipertanggungjawabkan.

Ini saya share saja ya mungkin bermanfaat bagi temen-temen semua bagaimana terhindar dari hoax.
Yang pertama  adalah memilih portal berita digital yang sudah bisa dipercaya misalnya CNN, Detik, Kompas, Jawa Pos, Media.com ( Metro TV Grup ). Kenapa mereka? Track Recordnya jelas, berita yang ditampilkan oleh mereka adalah produk jurnalistik bukan opini sehingga data yang dikumpulkan dan narasumbernya sudah pasti bisa dipertanggungjawabkan kepada publik.

Begitu juga kalau nontn berita di Youtube. Pilih channel yang sudah saya sebutkan di atas saja jangan yang lain-lain karena bisa saja sudah diedit, dipotong-potong segala macem. Meskipun suara videonya mirip anchor jangan percaya !. Plis !.

Yang paling susah dikontrol itu yang melalui Whatsapp. Sliwar sliwer tidak jelas. Banyak forward-an dari mana-mana. “Sampah” dari mana saja masuk ke WA. Virusnya sangat mudah tersebar di grup-grup WA.

Kadang saya berpikir, ini siapa yang dengan niat mengetik narasi sedemikian rupa sampai nama, gelar, buat link sumber beritanya seolah-olah benar. Bahkan siapa itupun saya yakin orang-orang tidak tahu !. Pokoknya ada gelar Prof, DR, PhD, dsb orang-orang pasti langsung percaya. Apalagi yang tidak disebutkan Namanya, lebih tidak jelas lagi, lebih tidak bisa dipertanggungjawabkan. Tapi tetep di forward !.

Satu hal yang penting kenapa kita jangan sampai termakan atau mengkonsumsi Hoax adalah namanya saja berita bohong, berita yang tidak benar bisa menciptakan kecenderungan mengabaikan kebenaran, jika sifatnya tendensius dan politis maka kita bisa digiring untuk membenci atau mendukung dengan membabi buta salah satu pihak, dimana ini sudah tidak sehat secara psikologi maupun rasio.

Berikutnya adalah menciptakan kekhawatiran yang berlebihan. Panic buying sekarang yang terjadi karena apa? Ketakutan yang diciptakan dari berita-berita tersebut. Padahal kondisi atau situasinya tidak menyeramkan seperti itu.

Berikutnya yang juga tidak boleh dilupakan adalah jika berita hoax yang disampaikan “terlalu baik” ini juga malah tidak sehat. Menjadikan kita terlena, tidak waspada, tidak tahu kondisi nyatanya bagaimana.

Dengan kemampuan memfilter informasi, imun kita akan semakin kuat. Susah kena virus. Tubuh kita bisa langsung terasa ini virus atau bukan. Ini bawa penyakit atau tidak. Ini tidak beres atau tidak. Semakin sering memfilter berita yang ada, rasio kita akan lebih jalan bukan emosi. Karena tolok ukur 
Hoax itu sukses atau tidak adalah respon dari emosi tersebut.   

Jadi berita yang baik itu yang netral, independent. Kepentingannya hanya satu, FAKTA. Tidak ada yang lain.

Jangan mau gampang tertular virus hoax ya. Be Smart. Semoga bermanfaat. 😊

                                                                   sumber gambar : indozone.id


Comments

Popular Letter