SPG Bir Mengejar Karir
Hampir setiap malam akhir pekan duduk tepat di belakang meja dan monitor waitress di sebuah café yang terletak di Surabaya. Tempat nongkrong yang tidak hanya dikunjungi anak-anak muda namun beberapa juga terkadang pria paruh baya duduk bersama rekan-rekannya bersantai menikmati snack disertai dengan bir dan dipayungi asap rokok seperti kabut yang turun ke jalanan.
Postur tinggi semampai, kulit putih
bersih, mengenakan seragam putih tanpa lengan, serta masker putih menyempurnakan
penampilannya malam itu. Menunggu dengan sabar pelanggan datang untuk ditawari
produk bir yang dia jual. Setelah beberapa saat, pelanggan itu datang. Dan
sepertinya pelanggan regular di café itu karena sudah cukup akrab dengan
pelayan maupun teman seprofesinya. Sudah tahu apa yang dipesan. Di situlah
pekerjaannya dimulai, menuangkan isi botol ke dalam gelas-gelas dingin yang
sudah tersedia sesuai dengan jumlah pelanggan, di samping itu sudah pasti juga
akan menemani ngobrol dan bercanda dengan pelanggan tersebut. Dan memang itu
termasuk dalam tugasnya juga sebagai Sales Promotion Girl ( SPG ) selain
menjual produk, bagaimana membangun relasi dengan pelanggan terutama pelanggan
regular.
Wanita itu Dara namanya. Usianya 28 taun. Berasal dari keluarga biasa dan sederhana.
Sebelum menjadi SPG minuman bir, Dara pernah mencicipi juga profesi customer service di sebuah bank swasta
kemudian menjadi SPG Rokok. Sudah hampir 5 tahun menjalani profesi sebagai SPG
rokok, dan kemudian beralih ke produk bir. Dara punya alasan yang logis kenapa
berpindah dari industry rokok, dimana harus berjualan di pinggir jalan bahkan
ke pasar-pasar dan warung-warung menawarkan produknya. Panas terik, debu dan kondisi
di berbagai lokasi tersebut yang membuatnya tidak nyaman.
Image miring serta negative profesi
ini di mata masyarakat membuat keluarganya juga menentang Dara menjalani
pekerjaan tersebut, namun tak menyurutkan semangatnya. Dara sadar bahwa dia
harus membuktikan jika dia mampu membayar kepercayaan keluarganya. Belum lagi
ulah para pelanggan, baik itu melalui verbal hingga fisik mulai dari minta
nomor WA, nada-nada menggoda bahkan tangan-tangan jahil yang mencoba menyentuh
bagian tubuh tertentu. Dia mencoba sebisa mungkin menghindar dan memberi “pagar”
untuk dirinya. Hal ini semuanya dilakukan untuk kebaikan dirinya dan menjaga
kepercayaan yang sudah diberikan oleh keluarganya.
Profesi ini sebenarnya berawal
dari side job di sela-sela waktu kuliah untuk membayar uang kuliah dan menambah
uang jajan, meskipun ujungnya menjadi profesi tetap bagi Dara saat ini. Menjadi
SPG bukan cita-citanya, bukan mimpi masa kecilnya namun tuntutan dan kebutuhan
hidup memaksanya menjalani profesi itu.
Mimpi awalnya menjadi wanita
karir, bekerja di sebuah perusahaan dengan penghasilan dan posisi yang bagus.
Bahkan, Dara sangat bermimpi suatu saat menjadi General Manager. Bukan sebuah
hal yang mustahil di jaman modern seperti sekarang dimana kesetaraan gender dijunjung
dan dihargai dalam norma-norma sosial saat ini.
Dalam beberapa bulan ke depan, Dara merampungkan studinya dan akan resmi menyandang gelar Sarjana Manajemen. Langkah
awal yang sudah direncanakan olehnya untuk mewujudkan mimpi itu. Dara tidak lagi
ingin berlama-lama berada di posisi saat ini. Segera berlari mengejar
ketertinggalannya. Tekadnya tercermin dari ketegasan intonasi bicaranya dan
tatapan matanya yang tajam bahwa yakin dirinya mampu.
Waktu berjalan cepat, hari
semakin larut. Para pengunjung satu per satu pulang. Meja dan kursi mulai dibersihkan
dan dirapikan. Pertanda café ini akan segera tutup. Setelah pelanggannya juga
sudah selesai, Dara bergegas bersiap-siap untuk pulang dan kembali lagi besok
untuk menjalani rutinitas yang sama, entah itu dengan pelanggan yang berbeda ataupun
sama.
Di balik barisan botol itu, ada
mimpi yang tersimpan rapi tertutup leher botol yang menghalangi, tertimbun
balok-balok es batu yang dingin. Namun es batu itu pasti mencair, botol-botol
kosong juga akan terusir dan jika waktunya tiba, mimpi itu akan di depan mata
menjadi persinggahan terakhir.
Comments
Post a Comment