Kunci Percaya

 

Usia memang tidak bisa bohong. Bertambahnya umur juga diiringi dengan pemikiran atau sikap yang lebih dewasa dan matang. Di umur yang sekarang ini, yang saya rasakan 180 derajat dari -/+ 3 tahun yang lalu. Tapi itu apakah juga dirasakan oleh orang lain, terutama orang-orang yang dekat dengan saya atau tidak saya tidak tahu karena memang hanya orang lain yang bisa menilai kita. Hidup selalu punya cara yang tepat untuk kita, dan juga waktu yang tepat. Tahu persis bagaimana mengoreksi kesalahan kita dan kapan kita dirasa mampu melewatinya. Hidup itu memang misteri. Kalau mengutip dari film Jurrasic Park, “life will find a way”. Ya, hidup memang selalu menemukan jalannya sendiri.

Karena tidak bisa ditebak itulah, kita memerlukan guidance hidup. Siapa yang bisa kita pegang, siapa yang kita jadikan panutan dan nilai-nilai apa yang harus terus kita percaya dan bawa. Salah satu tools yang paling nyata di depan mata itu adalah agama. Agama apapun selalu memandu kita menjadi pribadi lebih baik dari hari ke hari. Di dalamnya banyak sekali tokoh dan ajaran-ajarannya yang bisa kita pegang sebagai panutan. Tapi di sini saya tidak mau sok religius, karena saya tidak religius-religius amat. 😊

Yang saya rasakan saat ini memang jauh dari segala kekhawatiran yang selama ini selalu menghinggapi isi kepala dan lebih banyak mensyukuri apa yang ada, dibanding menuntut apa yang tidak ada dan tidak ada ujungnya. Kenapa bisa begitu, karena saya sudah ditunjukkan oleh-Nya bahwa apa yang selama ini saya khawatirkan tidak terjadi, dan masih sangat baik-baik saja. Plus..justru yang sekarang diterima jauh melebihi apa yang pernah saya tuntut sebelum-sebelumnya. Kayak dibolak-balik dan mata dibuka selebar-selebarnya bahwa hidup ini hanya perlu dijalani dan dinikmati. Dalam artian,saya harus berusaha maksimal sesuai dengan sumber daya yang dimiliki saat ini dan menyerahkan seluruh hasil akhirnya kepada Tuhan yang berkuasa atas kehidupan saya. Sekali lagi, saya bukan sok religius.

Selain agama, ada salah satu prinsip hidup yang selalu saya pegang dan terapkan yaitu nilai kepercayaan (trust). Saya selalu berusaha agar segala ucapan dan tindakan yang keluar dari mulut serta perbuatan itu jujur apa adanya. Memang saya tidak punya kewajiban untuk mengatakan semua hal kepada semua orang. Saya hanya memilih siapa yang layak mendapatkan kepercayaan yang saya berikan dan kapan itu dilakukan. Dan juga menurut saya, kepercayaan adalah hal yang paling mahal dalam semua hubungan antar manusia, apapun bentuknya. Baik itu sebagai pasangan, teman, saudara, anak, orang tua, rekan bisnis dan segala macam yang lain. Meskipun sebenarnya, kepercayaan juga adalah hal yang paling mudah rusak. Mungkin itu sebabnya mengapa kepercayaan itu mahal, karena sangat rentan untuk rusak dan paling sulit menjaganya.

Saya yakin, semua orang berusaha agar sebanyak mungkin agar orang percaya kepada kita. Begitupula saya. Bahkan hal-hal kecil itu sangat mempengaruhi dalam membangun serpihan-serpihan itu.

Jika hari ini melihat jauh ke belakang, di awal-awal saya bekerja juga begitu. Bekerja di kantor ini sudah hampir 14 tahun, bukan waktu yang singkat. Saya masih ingat betul di masa 1-2 tahun pertama adalah proses beradaptasi bagaimana bisa diterima di lingkungan yang baru. Kebiasaan sejak sekolah dan kuliah, selalu datang tepat waktu..dan berusaha lebih pagi dari yang lain, pokoknya tidak boleh telat. Jika terlambat, rasa malu dan bersalah membayangi seharian. Dari kebiasaan itu, rekan di kantor tahu bahwa saya datang sebelum jam masuk kantor yang dimulai jam 08.00,  dan terkadang jam 07.30 saya sudah sampai. Mulailah saya dipercaya memegang kunci ruangan. Saya merasa ini kepercayaan yang cukup besar, anak baru sudah dipercaya pegang kunci ruangan. Itu hal yang pertama.

Yang kedua adalah selang beberapa bulan kemudian, saya diberikan tanggung jawab untuk mengupdate data-data kiriman dari cabang-cabang. Karena saat itu system masih semi-online sehingga perlu diupdate setiap pagi. Perasaan saat itu sangat senang, karena ada tambahan kepercayaan yang diberikan kepada saya.

Berikutnya, saya “dikirim” ke luar pulau untuk belajar semuanya tentang bisnis proses perusahaan agar bisa mengenali dan memahami secara keseluruhan. Ini lompatan besar dan semakin membuat percaya diri.

Tidak lama kemudian, diberikan lagi tanggung jawab mengerjakan laporan keuangan. Sesuatu pengalaman berharga bagi anak bau kencur seperti saya saat itu. Kepercayaan ini semakin menebalkan tanggung jawab untuk terus menjaga yang sudah diberikan.

Bentuk lainnya, adalah duduk persis di sebelah atasan saya. Sehingga akses dan komunikasi untuk belajar, jauh lebih banyak. Mengambil pengalaman-pengalaman, belajar bagaimana menangani berbagai masalah yang timbul. Banyak sekali pelajaran yang saya ambil.

Perlahan namun pasti, mulai mendapat tanggung jawab yang lebih besar dan semakin besar hingga hari ini. Hingga saat ini dipercaya menandatangani dokumen-dokumen penting perusahaan. Saya sangat bersyukur dimana mampu menjaga kepercayaan yang diberikan kepada saya. Kepercayaan yang berawal dari sebuah kunci.

Itu tadi proses membangun kepercayaan di lingkungan kantor, berbeda lagi di lingkungan keluarga.

Sejak kelas 1 SMP karena Mama saya harus bekerja di luar kota sebagai Kepala Sekolah SD. Selama +/- 8 tahun intensitas bertemu dengan Mama sangat kurang karena hanya bertemu minimal 1x seminggu karena pertimbangan hemat ongkos dan menjaga kesehatan Mama agar tidak terlalu letih. Saya juga tidak menuntut Mama lebih sering datang karena saya paham kondisi dan situasinya saat itu sehingga saya harus bisa menerima. Dan juga kasihan Mama jika lebih sering pulang karena setiap mau balik ke sekolahnya harus bangun subuh naik bis dan langsung bekerja. Setiap melihat itu saya hanya bisa menangis dalam hati, perasaan tidak tega dan tidak bisa berbuat banyak pada saat itu.

Pernah suatu waktu, saya melakukan hal bodoh dan konyol, sempat menyembunyikan kunci rumah kontrakkannya supaya tidak pulang hari itu. Saking masih kangennya.

Tapi selama periode itu, Mama saya tidak pernah tanya yang detail-detail bagaimana sekolah, kuliah saya. Begitu juga saya, jangan sampai merepotkan atau membebani pikiran Mama saya yang sudah penuh dengan tanggung jawab pekerjaan dan keluarga. Jadi saya hanya memberikan hasil akhirnya saja, pas lulus SMP nilainya segini, pas lulus SMA nilainya segini, pas kuliah IPKnya segini. Syukur, hasilnya tidak pernah mengecewakan orang tua. 😊 . Karena prinsipnya, saya harus bertanggung jawab terhadap diri sendiri, apa yang saya lakukan jangan sampai membebani orang tua. Dan juga sudah tugas saya menyelesaikan studi dengan baik karena orang tua saya sudah berusaha menyekolahkan dengan berbagai cara, apapun itu. Bersyukur pula, selama ditinggal di luar kota saya tidak pernah terlibat kriminal, terjerumus narkoba dan menghamili anak orang….wkwkwkwk. Jadi saya cukup bangga dengan “prestasi”itu.

Mama saya juga pernah bilang kenapa saya tidak pernah ditanya ini itu, karena Mama percaya kalau saya bisa menjaga diri dan bisa dilepas tanpa harus diawasi tanpa perlu khawatir. Jadi saya harus membayar kepercayaan yang sudah diberikan.

Prinsip kepercayaan ini selalu saya pegang, dan berlakukan juga ke setiap orang yang berada di lingkaran kehidupan. Apakah saya pernah merusak kepercayaan? Pasti, saya bukan orang suci yang tidak pernah salah dan tidak pernah berbohong. Kembali lagi saya bersyukur bahwa orang-orang memaafkan kesalahan yang pernah saya perbuat meskipun sekali lagi itu tidak akan utuh seperti sediakala. Saya harus terus berusaha agar retakan-retakan itu tidak membuat retakan baru yang bisa meruntuhkan apa yang sudah ada selama ini. Begitulah cara saya menjaga kepercayaan yang sudah diberikan. Menurut saya, kepercayaan itu dibangun oleh waktu, tidak bisa menuntut langsung dan instan. Semua perlu bukti dan perlu waktu. Lalu bagaimana saya bisa memberikan kepercayaan saya ke orang?

Prinsipnya sama, perlu bukti dan waktu sebelum benar-benar dekat dalam lingkaran kehidupan. Pastinya sebelum masuk dalam lingkaran, memerlukan screening dan tes terlebih dahulu. Saya bukan sombong memilih teman, tapi itulah cara saya menjaga lingkaran. Apakah pernah ada yang akhirnya keluar dari lingkaran? Jelas ada. Apakah manusia berubah? Pikiran bisa berubah tapi karakter tidak.

Setiap orang bisa memiliki nilai-nilai yang berbeda dan tidak ada yang salah. Kebetulan saya memilih nilai kepercayaan sebagai dasar dalam membangun hubungan antarmanusia sebagai makhluk sosial. Apakah bisa diterapkan untuk setiap orang? Belum tentu. Apakah selalu berhasil? Belum tentu.

Dan pada akhirnya, memang kepercayaan adalah keputusan dari pembuktian-pembuktian. Tinggal kita memilih nilai apa yang kita pegang dalam hidup. Setidaknya kepercayaan dan rasa syukur menjadi dua fondasi saya.

Sekali lagi saya harus terus bersyukur menjalani hidup, target memang harus terus dikejar tapi tidak perlu dipaksakan. Saya selalu ingat kata Pak Dahlan Iskan, “hidup itu mengalir saja..tapi kalau bisa mengalirnya yang deras”.



 

Comments

Popular Letter