Rapikan Mimpi

 

Model rambut ini sudah tidak ada bentuknya lagi. Sebenarnya 2 hari sebelumnya sudah mau potong rambut tapi tidak jadi karena hujan lebat plus banjir akhirnya ditunda besok. Pagi besoknya itu saya WA ke salah satu barber kenalan, dia lagi jaga dimana. Memastikan agar tidak salah tempat.

Sudah cukup lama tiap saya potong rambut selalu di barbershop ini, meskipun barbernya gonta ganti karena ada piket sejak covid datang yang awalnya selalu dua orang maka ini hanya satu orang. Saya potong rambut sebulan sekali. Berarti setiap ke sana mungkin baru 4 sampai 5 kali bertemu dengan orang yang sama dalam setahun ini. Kesalahan saya sebelumnya adalah tidak minta nomor HPnya, karena barbershop ini punya banyak cabang di Surabaya dan pasti barbernya pun di-rolling ke cabang yang lain. Biasanya saya di Graha Fair Ground atau Gwalk karena jaraknya tidak sampai lagu November Rain GNR habis. 

Ada salah satu barber yang lumayan sering mengajak saya mengobrol, tentang kondisi saat ini bagaimana, apakah ada dampak terhadap pekerjaan, hingga merembet ke hobi dan yang lainnya. Namanya Mas Hamtoro, sudah lima tahun ini bekerja sebagai barber. Sejak lulus sekolah. Meski sebelumnya dan selama sekolah, dia nyambi sebagai casual di hotel-hotel. Itu karena diajak temannya. Lumayan untuk menambah penghasilan.

Karena sering bekerja di hotel-hotel, mulailah muncul kecintaan ke dunia hospitality itu. Suatu saat dia ingin bekerja di hotel, dan ambisinya tidak main-main. Dia ingin punya karir cemerlang di hotel, berada di jajaran manajemennya.

Mimpinya itupun benar-benar dipersiapkan. Mas Hamtoro mengambil kuliah S1 manajemen di salah satu universitas di Surabaya. Baru bulan Agustus kemarin lulus, rencananya setelah memegang ijazah tersebut akan mulai mencoba di dunia yang sudah diimpi-impikannya sejak lama. Perhotelan. Softskill-nya pun juga sedang dilatih untuk mempersiapkan diri ke sana. Pelanggannya menjadi “sparring partner”-nya. Untuk melatih kemampuan skill komunikasinya, dia mencoba mengajak ngobrol ini itu. Selain mengasah kemampuannya, juga dapat informasi-informasi yang tidak didapat selama di kelas perkuliahan.

Tapi memang benar, manusia hanya bisa merencanakan tapi Tuhan yang menentukan. Siapa sangka, tiba-tiba datang sebuah virus bernama corona yang mampir- sangat lama, ke seluruh penjuru dunia. Dunia perhotelan dan pariwisata babak belur dibuatnya. PHK ada di mana-mana. Pengurangan gaji jurus yang lebih ramah karyawan dibandingkan PHK. Semuanya serba sulit dan tidak bisa diprediksi.

Mas Hamtoro dengan terpaksa harus menunda mimpinya itu. Menata ulang rencananya. Dia berkata dengan sabar, “Ya tidak apa-apa Ko dijalani saja yang ada dulu..saya juga suka jadi barber”. Karena masih belum tahu kapan pandemic ini akan berakhir dan dunia perhotelan bisa berjalan normal seperti sebelumnya.

Menjadi barber karena diajak temannya untuk ikut academy di Broadway Barbershop. Academynya berjalan 3 bulan dan ada ujiannya. Setelah lulus ujian baru bisa melamar menjadi crew Broadway. Profesi ini pun sudah berjalan selama lima tahun ini dan enjoy. Ada beberapa kejadian lucu selama melayani pelanggan. Tapi yang paling lucu menurut Mas Hamtoro ini ada pelanggan yang meminta model potongan rambut yang aneh, tipis kanan kiri, tebal di tengah. Mirip Mohawk, tapi setelah dilihat-lihat ya tidak juga, “anehlah pokoknya Ko”..wkwkwk.. tapi apa daya, dia menuruti saja apa yang diminta pelanggan. 

Dan juga menurut saya, Mas Hamtoro ini orangnya super rapi kalau memotong rambut. Cukup detail. Hal-hal kecil tidak pernah luput dari pengecekannya. Meski saya punya keinginan model sendiri ( karena lumayan sering berubah karena mood dan bosen ) tapi dia juga menyarankan lebih pasnya bagaimana. Selalu puas dengan hasilnya.

Saya kagum dengan semangatnya yang terus mengejar mimpi. Plus ketekunan dan kesabarannya. Memang mimpi itu gratis, tapi untuk mewujudkannya perlu “ongkos”. Tidak semua orang punya keberanian membayarnya. Menunggu prosesnya.  Tapi jika tidak punya mimpi, maka kita tidak punya tujuan dalam hidup.




Comments

Popular Letter