Abadi
Memang belum genap 30 hari Emak meninggal. Tapi tidak mudah melupakan selama 30 tahun hidup dekat dengan Emak, kenangan terus berlompat-lompat dalam ingatan. Saya, kakak, dan adik saya memang dibesarkan oleh Engkong & Emak ( Kakek & Nenek ) karena papa mama saya bekerja, waktu itu masih berdagang spare part mobil yang ujungnya bangkrut karena krisis moneter tahun 1998. Setelah itu mama saya harus keluar kota menjadi kepala sekolah di sebuah sekolah dasar dan papa menjadi karyawan pabrik korek di Surabaya. Otomatis sepanjang hari kami bertiga lebih banyak menghabiskan waktu bersama mereka. Dari pagi hingga malam. Bersama mereka lah kami menjalani masa kecil hingga dewasa.
Sebelum matahari terbit bahkan
ayam pun masih tidur, Emak sudah bangun untuk ke pasar berbelanja kebutuhan memasak
hari itu, kemudian bikin kopi untuk Engkong dan membangungkan kami sekolah. Jadi
jam 5 pagi, suara Emak sudah menggelegar di seisi rumah. Masuk sekolah jam 7
pagi, tapi Emak membangunkan kami jam 5 pagi dan kami sampai di sekolah jam 6..wkwkwk.
Jarak dari rumah ke sekolah memang tidak terlalu jauh sekitar 15 menit naik
becak. Ya,kami naik becak setiap hari ke sekolah. Untuk urusan waktu, Emak
tidak pernah ada pandang bulu. Sangat disiplin. Mandi sore setiap jam 15.00 WIB,
Emak mandi lebih dulu jam 14.00 WIB dan selalu tepat. Kalau ada yang masih
menawar-nawar, harus siap dengan omelan Emak yang bertubi-tubi. Dan kami
memilih menurut. 😊
Setiap sepulang sekolah, masakan
Emak sudah siap beserta dengan jajan-jajanan lainnya yang Emak biasa beli di
pasar atau orang yang berjualan dekat rumah. Karena kami bukan keluarga kaya, satu
jenis masakan itu untuk 3 hari bahkan bisa sampai seminggu. Apalagi yang jenis
makanannya berkuah seperti sup. Sebelum kuah di panci habis total, Emak
menambahkan air lagi untuk dimasak menambahkan kuah supnya. Coba aja
dibayangkan, wortel dan kentangnya saja sudah rapuh karena dihangati
berkali-kali tapi ya tetap harus dimakan..wkwkwk. Padahal Emak tidak pernah
makan masakannya sendiri, tapi lebih memilih jajan snack seperti Chiki Balls, Chitato,
Piatoz dan sebangsanya. Emak memang doyan jajan. Masakan masterpiece-nya Emak
itu rawon. Keluarga besar saya sepakat kalau rawon Emak itu terenak yang pernah
kami makan. Kami selalu rindu rawonnya. Setiap masak rawon, justru lebih cepat
habisnya. Karena satu orang, bisa makan dua sampai tiga kali saking enaknya. Kuahnya
pekat dari kluwek, belum lagi daging yang empuk plus ada potongan dadu labu. The
best lah.
Belum tentang jajanan yang
dibelikan. Emak memang sangat perhatian kepada cucu-cucunya. Beli jajan yang
banyak dan bermacam-macam untuk dibagi-bagikan ke cucu-cucunya. Enak memang,
setiap hari tidak akan kekurangan makanan. Yang dibeli juga beda-beda jenisnya.
Lumpia, kue cucur, roti pizza, gorengan, pisang molen, dll Emak selalu tanya, “Enak
nak?”. Nah, ini jawabannya jadi dilema. Kalau dijawab, “Enak Mak” siap-siap
selama 3 hari berturut-turut Emak akan beli makanan itu..wkwkwk. Tapi kalau
dijawab “Gak enak Mak” kan kasihan Emak juga, sudah dibelikan kok dibilang gak
enak. Saya punya jawaban yang pas kalau sudah ditanya begitu, “Enak Mak, tapi
besok jangan beli lagi ya Mak nanti bosen”. Dan dijawab dengan senyuman Emak
yang tulus.
Emak itu orangnya baik. Dermawan.
Mudah kasihan ke orang. Ringan tangan membantu orang. Sering membagikan makanan
ke tetangga. Cuma memang dengan cara yang “unik”. Nada dan pilihan katanya
dominan ketus dan kasar tapi orang yang sudah mengenal Emak lama pasti tahu
Emak orang baik. Emak bukan tipe orang bossy yang hanya perintah sana sini,
Emak orangnya tidak sabaran, langsung dikerjakan daripada bergantung kepada
orang. Cara Emak mendidik kami pun sama. Jangan membayangkan nuansa penuh lemah
lembut, tapi kebalikannya…wkwkkw. Kami juga paham, itu cara Emak. Tujuannya
baik, hanya Emak tidak paham bagaimana menyampaikan dengan cara yang benar. Itu
saja. Buktinya sampai hari ini pun, kami tidak pernah sakit hati dengan
kata-katanya. Selain hobi bagi-bagi makanan, Emak juga punya hobi lainnya.
Emak dulu punya hobi merajut. Setiap
selesai mandi sore, mulai mengambil keranjang yang berisi benang dan peralatan rajut
lainnya. Karya rajutannya pun banyak mulai taplak meja, tas, tas botol minum
dll. Di rumah, semua aksesoris yang berbahan benang wol itu pasti karya Emak.
Hampir semua cucunya dibuatkan tas botol minum dan diberi nama masing-masing.
Botol minum yang selalu kami bawa setiap sekolah. Di sekolah, mungkin di
seluruh Indonesia, sepertinya cuma kami yang punya tas botol minum dengan bahan
dan model begitu. Sebelum jaman customize seperti sekarang, Emak sudah bisa custom
rajutannya…wkwkwk.
Emak memang bukan tipe orang yang
bisa menyampaikan rasa sayangnya ke orang. Tapi saya tahu kapan Emak
mengungkapkannya. Melalui tatapan mata dan senyum tulusnya. Itu tidak bisa
bohong kalau Emak sedang senang, bahagia ataupun bangga. Saya beruntung, menerima
ungkapan Emak itu berkali-kali. Salah satunya waktu pertama kali saya dapat gaji
dari magang kerja sebelum lulus kuliah. Saya menerima amplop putih dan dalam
hati saya sudah berjanji, ini sebagian akan saya kasih ke Emak. Sepulang dari
kantor, saya langsung menemui Emak dan memberikan sebagian dari gaji saya itu. “ini
gaji pertama Nyo, Mak”. Emak menerima dengan tatapan dan senyum itu. Saya tahu
Emak senang. Tapi saya dua kali lipat senangnya melihat Emak begitu. Emak tidak pernah minta yang muluk-muluk.
Setiap pulang kerja, ataupun keluar rumah begitu saya melihat es kacang ijo
saya langsung belikan untuk Emak. Begitu juga kalau ada warung seafood, saya
usahakan beli kepiting asam manis kesukaan Emak. Dan yang paling umum adalah
coklat Silver Queen. Sudah. Emak tidak pernah minta baju mewah, makanan mewah
ataupun barang mewah. Tidak.
Kenangan-kenangan seperti itu
tidak akan pernah hilang seumur hidup. Meskipun Emak kini sudah bahagia di
Surga. Pada saat diberi kabar Emak meninggal, sebetulnya saya sudah siap waktu
itu akan tiba. Cepat atau lambat. Karena Emak sudah sakit dan hanya berbaring selama
hampir 2 tahun ini. Hati ini sudah sangat siap kehilangan salah satu orang yang
paling berpengaruh dalam perjalanan hidup saya. Namun tetap saja, air mata ini tumpah
saat proses kremasi. Tidak dapat ditahan lagi. Saat itu, memori tentang Emak
berlalu lalang tanpa henti, mengantar petinya yang penuh bertabur bunga.
Kini tatapan dan senyuman itu
menjadi abadi. Selalu terbayang dan terus dikenang. Emak, meski engkau tak lagi
bersama kami tapi Emak selalu di hati.
Comments
Post a Comment