Anak Jaya Bapak Sumringah

 Mungkin ini bisa dianggap sebagai lanjutan tulisan saya sebelumnya Pendidikan Mengubah Hidup. Saya ingin lebih dalam tentang apa sebetulnya peran orang tua dalam membuka jalan kesuksesan anak.

Saya punya satu putra, saat ini usianya masih lima tahun. Saya terus melakukan “review” terhadap diri saya sendiri. Refleksi apa saja seharusnya tugas orang tua. Yang menurut saya itu kewajiban. Yang belum saya dapatkan sebelumnya. 

Banyak pertanyaan yang muncul, terutama jika melihat lingkungan sekitar.

Sebenarnya apa sih tugas orang tua kepada anaknya?

Apakah cukup memberi makan yang enak?

Apakah cukup menyekolahkan ke sekolah yang paling mahal?

Apakah cukup memberikan segala fasilitas yang dulu kita tidak pernah dapat ?

Jawabannya tergantung dengan kualitas kita sebagai orang tua. Semakin kita orang tua yang bijak maka jawabannya juga akan semakin baik.

Bijak itu tidak bisa diukur dari seberapa kaya atau seberapa banyak gelar. Tapi sekali lagi mindset. Banyak orang tua yang kaya bahkan kayanya tujuh turunan tapi objektif terhadap keturunannya tidak bijak.

Banyak juga orang tua yang gelarnya berderet, namun juga belum bisa open mind.

Jadi itu semua bukan tolok ukur. Jadi dalam konteks kebijaksanaan orang tua, semua punya kesempatan dan kedudukan yang sama.

Namun saya sampaikan di awal bahwa kesuksesan anak bukan 100% kontribusi orang tua. Baik gagal maupun berhasil. Selalu fifty-fifty.

Jadi saya sedikit mengurangi beban moral Bapak/Ibu semua di sini…wkwkkwkw

Tapi justru 50% awalnya itulah yang menentukan, berarti bebannya saya kembalikan ya meskipun gak semua…wkwkkwk

Sebetulnya problem besar seorang anak dalam perjalanan hidupnya itu apa sih? Apa yang membedakan anak A bisa lebih sukses dari anak B?

Padahal bisa jadi lulusan di universitas yang sama, anggaplah secara materi orang tua juga ya tidak beda jauh lah. Dari segi materi hampir sama, dari tingkat pendidikan juga sama. Lalu masalahnya dimana? Apa yang membedakan ?

Peran Orang Tua

Saya memang bukan ahli psikologi anak, bukan ahli parenting dan juga bukan motivator. Tapi bukan berarti saya tidak memahami problematika itu. Saya justru sangat concern. Saya mengamati dari berbagai tokoh-tokoh dan anak-anak muda yang sukses. Begitu juga yang orang biasa bahkan untuk orang yang gagal.

Dari pengamatan itu, saya mengambil kesimpulan bahwa faktor utama kenapa anak bisa sukses itu adalah menemukan JATI DIRI sedini mungkin.

Jati diri sendiri itu ditopang oleh dua hal. Pertama adalah karakter. Kedua adalah menemukan Minat dan Bakat ( tujuan hidup ).

Kenapa itu menurut saya sangat penting?

Hal utama di sini adalah time dan failure. Semakin lama kita menemukan Jati Diri, maka waktu yang terbuang dan kegagalan itu semakin banyak.

Jika kita sebagai orang tua mampu MEMBANTU anak kita menemukan jati diri lebih awal, maka sang anak akan mempunyai karakter dan tujuan hidupnya sejak awal.

Apakah dengan itu lalu anak kita tidak akan menemui kegagalan? TIDAK.

Tapi jika kegagalan itu terjadi, anak kita akan jauh lebih siap dan tahu apa yang harus dilakukan setelahnya. Scope kegagalan juga akan dipersempit, jadi terfokus di area tertentu sehingga resikonya juga dapat diminimalisasi.

Akan berbeda jika belum menemukan jati diri, maka kegagalan bisa merambah ke berbagi bidang dan tidak terfokus. Dan kegagalan yang terjadi bukan dari proses eskalasi, namun masih bersifat basic.

Itulah bedanya.

Menurut saya, itulah peran orang tua dalam menentukan kesuksesan seorang anak. Memberikan guidance, membuka jalan, memberikan banyak kesempatan, pengetahuan.

Jadi tugas inti orang tua adalah MEMBUKA JALAN.

Peran Anak

Lalu dimana peran anak?

Sebetulnya susah-susah gampang juga. Menemukan minat dan bakat kita. Nah, memisahkan sekedar suka dan minat itu yang sulit.

Dan juga tiap anak memiliki karakter masing-masing, di buku Range yang pernah saya baca ada dua metode menemukan bakat.

Pertama, langsung focus di satu bidang. Jadi dari usia dini sudah di-drill dalam satu bidang yang mungkin sudah disukai dari awal. Contoh Mozart, sejak kecil sudah dilatih menjadi musisi oleh ayahnya.

Kedua, mencoba banyak hal. Misalnya Roger Federer, sejak kecil belajar banyak hal seperti menari, music dll sebelum terjun ke dunia tenis.

Tidak ada yang paling benar dan paling baik. Hasilnya sama-sama bagus jika belajar secara total.

Selama sudah dibuka JALANnya oleh orang tua, diberi kesempatan belajar ini itu ya kita harus memaksimalkan. 

Tapi sebagai anak kita juga harus memahami kondisi orang tua kita, sebuah privilege jika orang tua kita mampu memberikan kita kesempatan untuk belajar banyak hal. Les ini itu. Kursus ini itu.

Jangan memaksa.

Jika orang tua kita belum mampu, ya kita sebagai anak harus bisa berusaha maksimal menemukan minat dan bakat kita.  Mungkin akan butuh waktu lebih lama. Yes. Ini tidak bisa dipungkiri tapi saya yakin, dengan tekad dan focus, hasilnya bisa lebih baik daripada yang tahu lebih awal tapi tidak 100% effortnya.

Minat dan bakat berubah ?

Lalu apakah jika sudah diketahui minat dan bakat lebih awal akan menjamin kesuksesan anak? Tidak 100% benar. Tapi kemungkinan itu jauh lebih besar daripada yang tidak terdeteksi sejak awal.

Minat bisa berubah. Preferensi bisa berubah. Seiring waktu.

Tapi bakat tidak.

Tiap anak memiliki kelebihan masing-masing. Tidak ada yang sempurna.

Tinggal memaksimalkan bakat yang sudah ditemukan itu sejak awal.

Kalau sudah bakat apakah tidak perlu berlatih?

Salah besar.

Bakat itu adalah sebuah privilege. Kita tidak perlu lagi berjuang dari nol untuk mencapai level awal. Tapi tetap diperlukan disiplin dan tekad yang kuat untuk mencapai puncak.

Ingat, bahwa yang memiliki bakat bukan cuma kita. Ada ribuan atau bahkan jutaan anak dengan bakat yang sama. Dari lahir.

Jadi sebenarnya apa tugas anak?

MENEMUKAN dan MENERUSKAN JALAN.

Yang saya yakini jika dibantu orang tua yang MEMBUKA JALAN, dan anak kita MENEMUKAN JALAN lebih awal maka sisanya hanya MENERUSKAN JALAN.

 Semoga apa yang orang tua usahakan dan doakan untuk anaknya tercapai. Semua demi kebaikan anak.

Anak Jaya Bapak Sumringah. 😊




Comments

Popular Letter